Kamis, 05 Mei 2011

MENIPU PARA BUAYA

“Dasar penipu..! Kau bilang mau dijadikan menantu padahal Pak Tani mau menyembelihmu untu dijadikan sate.”


Kancil memang bertubuh kecil, tapi otaknya cerdas, kalau adu lari pasti dia kalah, maka Kancil bersembunyi di balik rerumputan belukar, Anjing tidak mengetahui dan terus mengejar.

“Dasar Anjing bodoh!” Kata Kancil sambil tertawa.

Dengan hati-hati ia tutup jejak kakinya dengan debu supaya tidak diketahui oleh Anjing, benar! Anjing itu tak mengetahui keberadaannya. Cukup lama Kancil bersembunyi, setelah merasa aman ia keluar dari belukar.

“Kukira sudah sangat jauh aku berlari sudah saatnya keluar!”

Kancil berjalan dengan arah yang berlawanan dengan Anjing hingga suatu ketika ia sampai di tepi sungai.

“Wah bagaimana cara menyeberanginya? Sepertinya sungai ini cukup dalam.” Kancil merenung sejenak sambil mencari akal.

“Nah ketemu sekarang!” Ia berjalan ke arah rerumpunan pohon pisang yang masih kecil.
Dengan sekuat tenaga ia mendorong batang pohon itu hingga satu persatu roboh.

“Aduh beratnya minta ampun.” Kancil mengeluh.

Tanpa disadari Kancil ada seekor buaya besar mengintainya dari belakang dan ...Hup! dalam sekejap kaki Kancil sudah di terkam sang buaya.

“Aduh Pak Buaya tunggu sebentar!”

“Tunggu apa Cil? Perutku sudah lapar nih!”

“Jangan kuatir Pak Buaya, aku tak mungkin bisa melawanmu, tapi aku sedang lapar juga, jadi biarkan aku mencari makan dulu!”

Anehnya Pak Buaya mau mendengarkan omongan Kancil, ia lepaskan gigitannya pada kaki Kancil.

“Jadi apa maumu Cil?”

“Temanmu banyak kan?”

“Ya, betul banyak sekali.”

Pak Buaya memanggil teman-temannya, dalam waktu singkat teman-temannya segera muncul ke permukaan air.

“Salah satu dari kalian harus mengantarku ke seberang untuk mencari makanan biar tubuhku menjadi gemuk dan cukup untuk kalian santap bersama.”

“Cil kau jangan coba-coba menipuku?” Ancam Pak Buaya.

“Mana berani aku menipumu Pak Buaya.”

“Baik, sekarang kuantarkan kau ke seberang sungai, di sana banyak makanan dan buah-buahan.”

“Wah, asyik.....!” Kata Kancil dengan riang gembira.

“Ingat cil jangan coba-coba menipuku.” Kata Pak Buaya sambil menunggu dipinggir sungai, sementara Kancil mencari buah-buahan untuk disantap sepuasnya.

Tak berapa lama Kancil muncul dengan perut lebih gendut, rupanya di sudah kenyang.
“Pak Buaya berapa jumlah temanmu?” “Banyak Cil!”

“Banyak itu berapa, dihitung donk!”

“Belum pernah kuhitung Cil!”

“Wah payah bagaimana cara membagi dagingku nanti?” Oceh Kancil,

“Baiklah, aku yang menghitung jumlah kalian, sekarang berbarislah dengan rapi membentuk  jembatan hingga keseberang sana.”

“Setuju Cil! Tapi karena aku pemimpin buaya di sungai ini maka aku berhak mendapat bagian pahamu!” Para buaya berjajar rapi, kancil meloncan kepunggung buaya lainya sambil berhitung satu, dua, tiga, empat hingga sampai di seberang sungai. Begitu sampai di seberang sungai Kancil melambaikan tangannya.

“Terima kasih Pak Buaya dan selamat tinggal!”

“Lho? Cil kau jangan pergi begitu saja! Aku belum memakanmu.”

“Apa mau memakan dagingku? Sorry aja yah!” Teriak Kancil sambil berlari.

“Dasar Kancil! Kamu tak bisa dipercaya. Penipu!” Umpat para Buaya.

“Nggak apa-apa aku menipukan hanya untuk menyelamatkan diri.”

“Kanciiiil! Kembalilah.” Teriak para Buaya.

Tapi Kancil terus berlari kencang tanpa menghiraukan para Buaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar